#6
“Bagaimana keadaannya dok?” sayup-sayup
kudengar suara seorang laki-laki, terdengar asing ditelingaku. Bukan Edward
tentunya, aku ingin memanggilnya. Tapi badanku masih terasa lemas.
“Kau sudah sadar?” Tanya laki-laki itu.
‘Wajah itu, sepertinya aku pernah
melihatnya. Tapi dimana?’ kataku dalam hati. Tiba-tiba aku merasa pusing.
“Hey? Minumlah, kau akan merasa baikan..”
kata laki-laki itu sambil membantuku minum.
“Kau siapa? Aku dimana?” aku masih merasa
lemas.
“Aku Lay, Lay Kristen Sawyer. Kau sekarang
ada di rumah sakit Dr. Kirk. Kenapa kau hujan-hujanan didanau?”
“Edward! Dia disini, bawa aku padanya.
Masalah itu kau tak perlu tahu..” aku segera memintanya untuk mengantarku
keruangan Edward, dia segera mengambil kursi roda dan segera membantuku duduk
disana.
“Terimakasih” ucapku singkat. Dia hanya
mengangguk tersenyum manis. Senyuman itu mampu membuatku melayang.
Kami berdua menuju kamar Edward,
sesampainya dikamar Edward. Aku kaget, ada banyak perawat yang mengerumuninya.
Dua orang dokter terlihat tergesa-gesa. Aku tak tahu apa maksudnya semua ini.
“Apa maksudnya ini? Kenapa dengan Edward?”
aku semakin bingung ada sejuta pertanyaan dikepalaku. Lay berusaha
menenangkanku, dia mengusap-usap pundakku. Aku membalasnya dengan memegang
tangannya yang berada dipundakku.
“Sabarlah, mungkin Edward sedang diperiksa.
Tenanglah, sebaiknya kita menunggu disana.” Kata Lay, dia menunjuk sebuah
bangku disana. Aku hanya mengangguk, sebuah jawaban yang cukup membuatnya
mengerti.
“Bolehkah aku bertanya?” kata Lay dengan
tatapan sayunya.
“Tentu” jawabku cukup singkat. Dia membalas
dengan senyumnya yang manis. Perasaan tak karuan kembali menghinggapiku,
jantungku serasa melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.
“Siapa Edward? Dan kenapa kau berteriak
didanau seperti tadi?”
“Edward dia... Dia tinggal bersamaku baru
dua hari ini. Dan.. mungkin belum saatnya aku memberitahumu.”
“Baiklah, aku tak akan memaksa. Siapa
namamu? Aku belum tahu namamu sejak tadi. Dan kau tinggal dimana?”
“Aku Kayle Audine, aku tinggal di Green
Black Pearl.”
“Kayle, kau pasti anak orang kaya, tinggal
diperumahan idaman. Senangnya..”
“Tak seperti yang kau kira. Aku tinggal
sendiri disana, orang tuaku sudah bercerai. Mereka hanya memberikan kelengkapan
fasilitas, bukan kehangatan kasih sayang.” Aku menahan butiran kristal cair
dari mataku mengalir. Lay berusaha menenangkanku, dia mengelus rambut panjangku
yang tergerai.
“Lalu kau tinggal bersama siapa sekarang?”
“Aku tinggal bersama dua orang pembantuku
dan Edward.”
“Diakah kekasihmu?” Lay menatapku, terlihat
dari matanya tersimpan sejuta pertanyaan dipikirannya.
“Bukan, dia hanya orang yang aku sayang.”
“Kenapa bisa tinggal bersamamu? Maaf aku
terlalu banyak bertanya..”
“Tak apa. Edward masih pelum sembuh total,
dia menolongku waktu aku dirampok. Badannya terkena benturan keras, dan masih
harus istirahat. Jadi aku paksa dia tinggal dirumahku, aku ingin merawatnya.
Dan kuminta dia untuk menemaniku. Tapi sesuatu yang buruk terjadi, kami
membunuh malam berdua. Sesuatu yang bodoh bukan, aku tak tahu. Aku tak bisa
menolaknya, seperti ada yang mengendalikanku. Aku tak tahu kenapa, setiap
pelukannya dan semua hal dilakukannya padaku aku merasa nyaman dan malah
menikmatinya..” aku menjelaskan kejadian yang kami alami kepada Lay. Entah
kenapa Lay baru saja aku kenal, tapi aku sudah merasa dekat dengannya. Berani menceritakan
hal yang aku lakukan bersama Edward semalam, cukup frontal untuk orang yang
baru aku kenal.
“Kau menyesal? Lalu kenapa Edward ada
disini?”
“Entahlah. Tadi sewaktu pulang kuliah,
wajahnya pucat. Dia segera masuk kekamarnya, tak lama setelah itu terdengar
suara sesuatu jatuh. Dan benar saja Edward sudah tergeletak dengan darah segar
yang mengalir dari hidungnya.” Airmataku tak bisa dibendung lagi, aku menangis
sejadi-jadinya.
No comments:
Post a Comment