Popular Posts

Saturday, July 27, 2013

Two Days #5



#5

“Saya permisi sir. Terimakasih.” Aku masih berdiri diambang pintu, segera aku berjalan menuju kearah Edward yang sedari tadi menunggu.
“Sudah. Ayo pulang..” kataku sambil menggandeng tangan Edward menuju kemobil.
“Kau tadi diapakan?” Tanya Edward yang mulai menyeimbangkan angkahnya denganku.
“Tak apa, hanya masalah kecil. Sudah kuatasi..”
“Bagaimana caranya?” kata Edward dia menyernyitkan dahinya.
“Aku tinggal membayar dan semuanya beres..”
“Segampang itukah?” kata Edward sambil masuk kedalam mobil. Aku hanya mengangguk, jawaban yang cukup simple bukan. Saat aku akan menancap gas, tiba-tiba Bella berada didepan mobilku. Sontak aku kaget, hampir saja aku menabraknya. Aku dan Edward turun dari mobil.
“Hey! Are you crazy!? Kamu hampir tertabrak tadi!” aku emosi, bodohnya aku kenapa masih membiarkannya hidup.
“Kayle! Apa hubunganmu dengan Edward?” kata Bella dengan nada yang ketus.
“Apa hubunganku? Apa masalahmu? Toh, kau bukan siapa-siapa dimata Edward.”
“Tentu saja ada hubungannya. Edward milikku! Tak ada yang boleh mengganggunya.”
“Hey! Aku tak mengganggunya. Betul kan Edward?” aku lalu menolah ke Edward.
“Bella, apa-apaan kau ini. Bertingkah seperti ini, memalukan sekali!” bentak Edward.
“Edward apa benar dia pacarmu?” kata Bella menunjuk kearahku.
“Iya! Memang kenapa? Aku sudah bersama dengan Kayle.” Kata Edward menahan emosi.
“Ayo kita pulang Kayle. Biarkan saja Bella, tak usah kau pedulikan.” Kata Edward yang lalu menggandeng tanganku. Tapi tanganku yang satunya sepertinya ditahan oleh seseorang, benar saja Bella mencengkeram tanganku kuat.
“Lepas!Aku mau pulang!” kataku sambil mencoba melepaskan genggaman Bella.
“Kalian mau kemana? Kalian sekarang tinggal serumah?” Tanya Bella, genggamannya semakin renggang sekarang dia sudah melepasnya.
“Kami mau pulang, dan kami tinggal bersama. Dirumahku! Puas?” kami berdua segera masuk kedalam mobil. Kulihat Bella menitikkan air mata, dia berlari menuju Mazda 2 milikknya. Sedih memang melihatnya, tapi dia juga seperti itu.
“Andai saja kita bisa berteman..” kata Edward, kali ini dia yang memegang kendali mobilku. Kaget saat kudengar dia mengatakan itu. Memang dulu Edward dan Bella pernah bersama, entah mengapa kini mereka berdua berpisah. Bella menjadi seorang yang pemurung, pendendam, dan emosional.
“Apa? Mana mungkin bisa.” Kataku sambil membuang muka.
“Apa kau mau terus dihantui Bella? Dia tak akan berhenti mengganggumu sebelum dia puas.” Kata Edward, wajahnya nampak serius menjelaskan.
“Maksudmu? Biarkan saja dia, nanti juga dia lelah sendiri.”
“Tak mungkin, kemungkinannya sangat kecil. Kau tahu dia sangat menyukaiku, dia tak akan berhenti sampai mendapatkanku Kayle!”
“Kalau begitu kembalilah padanya, beres bukan?!”
“Tak bisa, dia seperti psikopat. Lagi pula aku sudah menemukan penggantinya disini.”
“Terserah kau saja. Penggantinya? Disini? Semapt aku dengar tak begitu jelas, tapi sepertinya Bella mengatakan kalau dia lebih tahu keadaanmu daripada aku. Entahlah, aku tak mengerti. Apa maksudnya”
“Aku tak bisa menjelaskannya. Waktunya belum tepat.” Kata Edward, wajahnya berubah menjadi pucat.
Kami sudah sampai dirumah. Edward segera masuk kedalam kamarnya, dan terdengar suara seperti sebuah benda jatuh sangat keras.
‘Bruuk!’ kudengar suara itu dari kamar Edward, segera aku masuk kekamarnya. Dan ternyata benar, Edward telah jatuh tersungkur. Hidungnya keluar darah, segera aku mengantarnya kerumah sakit.
|||
“Edward? Kau kenapa? Sadarlah..” tak sadar air mataku sudah mengalir deras. Hatiku terasa tercabik-cabik. Entah kenapa, sedih rasanya melihat Edward terbaring lemas dirumah sakit.
Kulihat jari-jari Edward mulai bergerak, ingin kupanggil dokter tapi sebuah tangan menghambatku. Tangan Edward, ia menahanku. Aku segera memeluk dirinya, airmataku membasahi bajunya. Rasa nyaman ini, seketika aku melepaskan pelukanku. Teringat kejadian kemarin malam yang masih terekam jelas dimemori otakku. Edward hanya menatapku heran, dia hanya menatapku. Aku membalas tatapannya dengan rasa khawatir.
“Kayle.. Maafkan aku, aku tak bermaksud. Aku juga tak tahu apa yang aku lakukan, maafkan aku. Akan kutebus semua kesalahku, akan kuturuti semua permintaanmu.” Kata Edward, dia terduduk sambil menggenggam kedua tanganku.
“Salahku juga, aku juga tak tahu kenapa semua bisa terjadi. Aku tak bisa mengendalikannya. Aku takut Edward..” kembali aku menitikkan air mata, tiba-tiba sesuatu yang basah dan lembut hinggap dibibirku. Kaget, tapi entah kenapa aku tidak bisa menolak. Justru malah sebaliknya, aku merasa nyaman dengan perlakuannya ini. Sejenak aku menyesalinya, namun rasa sesal itu semakin menghilang seiringan dengan semakin nafsunya Edward.
“Tidak! Aku tidak mau mengulangi kesalahan lagi. Sudah cukup! Aku pulang.” Aku pergi meniggalkan Edward. Mobilku melaju kencang melewati tikungan-tikungan tajam. Hujan turun tiba-tiba dengan derasnya. Sepertinya alam tahu bagaimana perasaanku sekarang. Aku menangis, tak ingin pulang. Aku menuju ke sebuah danau yang sering menjadi tempat pelampiasan perasaanku. Didanau itu aku merasa tenang.
“Aaaaa! Ya Tuhan! Kenapa?!” aku berteriak sekencang mungkin, tidak terima dengan semua ini. Hujan semakin deras, angin berhembus semakin kencang. Dingin semakin menusuk sampai tulangku, aku tak menghiraukannya.
“Kenapa? Kenapa? Sekali aku merasakan kasih seseorang yang aku cinta, kenapa jadi begini.. Aku ingin mendapat kasih sayang, tapi tak harus seperti ini! Maafkan aku Tuhan..” aku semakin terisak, kepalaku terasa berat. Aku tak mampu menopang tubuhku. Terasa seseorang membopongku. Aku tak ingat lagi.

No comments:

Post a Comment