#5
“Saya permisi sir. Terimakasih.” Aku masih
berdiri diambang pintu, segera aku berjalan menuju kearah Edward yang sedari
tadi menunggu.
“Sudah. Ayo pulang..” kataku sambil
menggandeng tangan Edward menuju kemobil.
“Kau tadi diapakan?” Tanya Edward yang mulai
menyeimbangkan angkahnya denganku.
“Tak apa, hanya masalah kecil. Sudah
kuatasi..”
“Bagaimana caranya?” kata Edward dia
menyernyitkan dahinya.
“Aku tinggal membayar dan semuanya beres..”
“Segampang itukah?” kata Edward sambil
masuk kedalam mobil. Aku hanya mengangguk, jawaban yang cukup simple bukan.
Saat aku akan menancap gas, tiba-tiba Bella berada didepan mobilku. Sontak aku
kaget, hampir saja aku menabraknya. Aku dan Edward turun dari mobil.
“Hey! Are you crazy!? Kamu hampir tertabrak
tadi!” aku emosi, bodohnya aku kenapa masih membiarkannya hidup.
“Kayle! Apa hubunganmu dengan Edward?” kata
Bella dengan nada yang ketus.
“Apa hubunganku? Apa masalahmu? Toh, kau
bukan siapa-siapa dimata Edward.”
“Tentu saja ada hubungannya. Edward
milikku! Tak ada yang boleh mengganggunya.”
“Hey! Aku tak mengganggunya. Betul kan
Edward?” aku lalu menolah ke Edward.
“Bella, apa-apaan kau ini. Bertingkah
seperti ini, memalukan sekali!” bentak Edward.
“Edward apa benar dia pacarmu?” kata Bella
menunjuk kearahku.
“Iya! Memang kenapa? Aku sudah bersama
dengan Kayle.” Kata Edward menahan emosi.
“Ayo kita pulang Kayle. Biarkan saja Bella,
tak usah kau pedulikan.” Kata Edward yang lalu menggandeng tanganku. Tapi
tanganku yang satunya sepertinya ditahan oleh seseorang, benar saja Bella
mencengkeram tanganku kuat.
“Lepas!Aku mau pulang!” kataku sambil
mencoba melepaskan genggaman Bella.
“Kalian mau kemana? Kalian sekarang tinggal
serumah?” Tanya Bella, genggamannya semakin renggang sekarang dia sudah
melepasnya.
“Kami mau pulang, dan kami tinggal bersama.
Dirumahku! Puas?” kami berdua segera masuk kedalam mobil. Kulihat Bella
menitikkan air mata, dia berlari menuju Mazda 2 milikknya. Sedih memang
melihatnya, tapi dia juga seperti itu.
“Andai saja kita bisa berteman..” kata
Edward, kali ini dia yang memegang kendali mobilku. Kaget saat kudengar dia
mengatakan itu. Memang dulu Edward dan Bella pernah bersama, entah mengapa kini
mereka berdua berpisah. Bella menjadi seorang yang pemurung, pendendam, dan
emosional.
“Apa? Mana mungkin bisa.” Kataku sambil
membuang muka.
“Apa kau mau terus dihantui Bella? Dia tak
akan berhenti mengganggumu sebelum dia puas.” Kata Edward, wajahnya nampak
serius menjelaskan.
“Maksudmu? Biarkan saja dia, nanti juga dia
lelah sendiri.”
“Tak mungkin, kemungkinannya sangat kecil.
Kau tahu dia sangat menyukaiku, dia tak akan berhenti sampai mendapatkanku
Kayle!”
“Kalau begitu kembalilah padanya, beres
bukan?!”
“Tak bisa, dia seperti psikopat. Lagi pula
aku sudah menemukan penggantinya disini.”
“Terserah kau saja. Penggantinya? Disini?
Semapt aku dengar tak begitu jelas, tapi sepertinya Bella mengatakan kalau dia
lebih tahu keadaanmu daripada aku. Entahlah, aku tak mengerti. Apa maksudnya”
“Aku tak bisa menjelaskannya. Waktunya
belum tepat.” Kata Edward, wajahnya berubah menjadi pucat.
Kami sudah sampai dirumah. Edward segera
masuk kedalam kamarnya, dan terdengar suara seperti sebuah benda jatuh sangat
keras.
‘Bruuk!’ kudengar suara itu dari kamar
Edward, segera aku masuk kekamarnya. Dan ternyata benar, Edward telah jatuh
tersungkur. Hidungnya keluar darah, segera aku mengantarnya kerumah sakit.
|||
“Edward? Kau kenapa? Sadarlah..” tak sadar
air mataku sudah mengalir deras. Hatiku terasa tercabik-cabik. Entah kenapa,
sedih rasanya melihat Edward terbaring lemas dirumah sakit.
Kulihat jari-jari Edward mulai bergerak,
ingin kupanggil dokter tapi sebuah tangan menghambatku. Tangan Edward, ia
menahanku. Aku segera memeluk dirinya, airmataku membasahi bajunya. Rasa nyaman
ini, seketika aku melepaskan pelukanku. Teringat kejadian kemarin malam yang
masih terekam jelas dimemori otakku. Edward hanya menatapku heran, dia hanya
menatapku. Aku membalas tatapannya dengan rasa khawatir.
“Kayle.. Maafkan aku, aku tak bermaksud.
Aku juga tak tahu apa yang aku lakukan, maafkan aku. Akan kutebus semua
kesalahku, akan kuturuti semua permintaanmu.” Kata Edward, dia terduduk sambil
menggenggam kedua tanganku.
“Salahku juga, aku juga tak tahu kenapa
semua bisa terjadi. Aku tak bisa mengendalikannya. Aku takut Edward..” kembali
aku menitikkan air mata, tiba-tiba sesuatu yang basah dan lembut hinggap
dibibirku. Kaget, tapi entah kenapa aku tidak bisa menolak. Justru malah
sebaliknya, aku merasa nyaman dengan perlakuannya ini. Sejenak aku menyesalinya,
namun rasa sesal itu semakin menghilang seiringan dengan semakin nafsunya
Edward.
“Tidak! Aku tidak mau mengulangi kesalahan
lagi. Sudah cukup! Aku pulang.” Aku pergi meniggalkan Edward. Mobilku melaju
kencang melewati tikungan-tikungan tajam. Hujan turun tiba-tiba dengan derasnya.
Sepertinya alam tahu bagaimana perasaanku sekarang. Aku menangis, tak ingin
pulang. Aku menuju ke sebuah danau yang sering menjadi tempat pelampiasan
perasaanku. Didanau itu aku merasa tenang.
“Aaaaa! Ya Tuhan! Kenapa?!” aku berteriak
sekencang mungkin, tidak terima dengan semua ini. Hujan semakin deras, angin
berhembus semakin kencang. Dingin semakin menusuk sampai tulangku, aku tak
menghiraukannya.
“Kenapa? Kenapa? Sekali aku merasakan kasih
seseorang yang aku cinta, kenapa jadi begini.. Aku ingin mendapat kasih sayang,
tapi tak harus seperti ini! Maafkan aku Tuhan..” aku semakin terisak, kepalaku
terasa berat. Aku tak mampu menopang tubuhku. Terasa seseorang membopongku. Aku
tak ingat lagi.
No comments:
Post a Comment