Popular Posts

Saturday, July 27, 2013

Two Days #3



#3

“Hey..  Bangun sudah malam. Kayle, bangun..” kata Edward sambil menggoyang-goyangkan kakiku agar aku segera bangun. Tapi sepertinya itu usaha yang sia-sia, karena aku tak kunjung bangun. Memang aku terkenal susah dibangunkan, harus ada yang mengelus telingaku jika akan bangun. Bibi yang biasa memperlakukan aku seperti itu, dia sudah aku anggap seperti ibuku sendiri.
“Emmm..” kataku sambil menutup wajahku dengan selimut.
“Kayle! Bangun, katanya mau aku ajari. Bangun Kayle!” kata Edward sambil menyibak selimutku.
Suara langkah kaki terdengar menuju kamarku. Bibi, mungkin karena mendengar Edward yang teriak-teriak membangunkanku. Aku tak begitu mendengar yang bibi katakan, samar-samar. Tapi setelah itu aku merasa ada yang mengelus-elus telingaku. Rasanya bukan seperti tangan bibi, ini lebih lebar, tapi halus. Nyaman aku dibuatnya, tapi aku segera terbangun.
“Hooaam..” aku menguap dan mendapati tangan Edward masih ditelingaku. Bibi yang melihatku sudah terbangun segera meninggalkan kami.
“Edward?!” kataku setengah tak percaya.
“Kayle, aku dari tadi berusaha membangunkanmu tapi tak bisa. Untung bibi memberitahuku cara membangunkan bayi besar ini.” Kata Edward dengan ketus.
“Ah.. Sudahlah. Aku sudah bangun, aku akan mandi. Tunggu sebentar.” Dengan langkah gontai aku menuju kamar mandi. Selesai mandi aku langsung keluar, lupa bahwa sekarang ada seorang laki-laki yang tinggal bersamaku. Dan sekarang ini dia ada dikamarku.
“Oh.. Aaaa!” aku kaget saat mendapati Edward melihatku hanya dibalutkan pakaian mandi warna merah. Kulihat dia hanya memandang dengan tatapan kaget, ia hanya membulatkan mulutnya. Segera aku kembali kekamar mandi dan mengganti baju.
“Sudah, ayo kita mulai.” Kataku mendekati Edward yang sudah mengotak-atik buku dimeja belajarku.
“Sudah pakai baju?” kata Edward dingin tanpa menoleh kearahku sedikitpun.
“Sudah..” kataku sambil memegang pundak Edward dari belakang. Dia menengok, melihatku dari bawah sampai atas dan dari raut wajahnya aku bisa mengerti kalau dia sedang menahan tawa.
“Kenapa kau menahan tawa seperti itu?” tanyaku heran.
“Tidak.. Hanya saja. Lucu saja kau berpakaian seperti itu.. Hahaha” kata Edward tertawa lepas. Aku memandangi diriku dan benar saja dia tertawa. Malam itu aku hanya pakai hotpants biru dan kaos oblong putih bertuliskan ‘I’m Sexy And I Know It’. Karena memang aku asal mengambil. Wajahku memerah karena malu, aku menundukkan kepalaku.
“Hey, inikan dirumah. Terserah aku mau berpakaian seperti apa. Apakah hanya karena kamu tinggal disini aku harus menurutimu?” kataku agak ketus.
“Hei, kenapa kamu jadi marah? Aku tidak menyuruhmu harus menurutiku. Lagi pula kau yang memaksaku tinggal disini. Mengancam ayahku akan dipecat pula.” Katanya memalingkan wajah, membolak-balik halaman buku yang ada dihadapannya itu.
“Yasudah, aku tidak marah. Tapi sekarang aku malas mengerjakan tugas, aku sudah tidak niat lagi. Sebaiknya kita refreshing saja. Ayo..” kataku sambil menarik tangan Edward menuju kebalkon kamar.
“Kayle.. Tugasmu menumpuk, apa sempat kalau harus refreshing segala? Sudahlah tidak usah.”
“Ini keinginanku. Pasti sempat kukerjakan semua, ada kamu disini yang membantu.”
“Kalau tidak sempat bagaimana? Sudahlah kerjakan saja.”
“Tidak sempat? Tinggal terima sanksi sajalah. Apa susahnya? Palingan juga bayar denda.”
“Kayle.. Kau ini, jangan terlalu menggampangkan. Pantas kalau kam-“ kata Edward terhenti, tanpa sadar aku mencium bibirnya. Dia hanya terdiam, mungkin kaget. Seorang perempuan yang menciumnya.
“Maaf..” satu kata yang terucap dari mulutku setelah melepaskan ciuman. Aku melihat wajah Edward memerah, matanya terbelalak seperti kaget.
“Kau… menciumku? Itu ciuman pertamaku, you stole my first kiss..” kata Edward sambil memegangi bibirnya. Terlihat dia agak shock dengan kejadian tadi.
“Ya.. me to. Aku tak tahu kenapa melakukan itu.” Kudengar langkah kaki Edward menuju kearahku. Dia berdiri disampingku. Kami melihat bintang yang bertaburan dilangit.
“Indah..” Kami bicara bersamaan, kami saling menatap. Edward semakin mendekat, mendekat hingga akhirnya tak ada jarak yang memisahkan kami. Kami membunuh malam itu berdua. Tak sadar dengan apa yang kami lakukan, entah kenapa aku hanya mengikuti alur malam itu.

No comments:

Post a Comment