Popular Posts

Saturday, July 27, 2013

Two Days #2



#2

“Kata dokter kau belum boleh beraktifitas seperti biasa, karena banyak benturan di badan kamu. Sebaiknya kamu menginap dirumahku, motormu sudah ada dirumah. Untuk kost-mu nanti aku yang atur, kamu tinggal dirumahku mulai sekarang. Barang-barangmu biar sopirku yang mengambil. Kamarmu sudah siap.” Kataku sambil mengendarai SUV putih kesayanganku. Edward hanya menggeleng mendengar keputusanku.
“Sejak kapan aku menyetujui hal ini? Bagaimana dengan orang tuaku kalau aku tau aku tinggal bersama seorang gadis sepertimu?” tanya Edward sambil menatapku curiga.
“Sejak tadi. Masalah orang tuamu nanti aku yang atur. Aku tahu kalau ayah kamu kerja ditempat ayah aku. Nanti bisa diatur.” Kataku yang masih menggampangkan.
“Terserah apa katamu saja, kalau ada apa-apa kau yang tanggung.” Jawab Edward dengan ketus.
“Yayayaya…” kataku memainkan mataku.
Sampai dirumah, kami menuju kesebuah kamar yang akan ditempati Edward. Rumahku sepi, karena hanya aku dan dua pembantu yang tinggal.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Edward ketika memasuki kamar yang akan ditinggalinya. Mungkin dia kagum atau malah tidak suka. Aku tidak bisa mengartikan tatapannya itu. Kami hening sesaat kemudian aku memulai pembicaraan.
“Hey! Edward kenapa kau diam saja?” tanyaku sambil mengibas-ngibaskan tanganku tepat didepan wajahnya.
“Hey.. iya.. apa yang kau bicarakan?” kata Edward mulai tersadar dari lamunannya.
“Kau.. Aku tanya, kenapa kau diam saja? Kamu tidak suka kamarnya?”
“Eh.. Tidak, aku suka. Mungkin ini malah terlalu mewah untukku. Aku tak mau merepotkanmu.” Kata Edward menuju sofa dekat jendela kaca yang menjadi pintu sekaligus sekat antara kamar dengan balkon.
“Kau tak merepotkanku, sama sekali tidak. Ingat, Aku yang memaksamu tinggal disini. Malah kau membantuku…” kataku sambil menyusul Edward, duduk disampingnya. Terasa beda sekali, aku merasa nyaman berada didekatnya. Aku merasakan hembusan angin yang lembut membelai rambut panjang terurai milikku.
“Membantu? Maksudmu?” Tanya Edward sambil menyernyitkan dahinya.
“Iya.. Kau tau kan bagaimana aku dikampus. Tentu berbanding terbalik denganmu yang selalu mendapat predikat mahasiswa teladan dan blablabla. Aku ingin kau mengajariku semua materi yang tak aku mengerti. Bisa? Aku akan membayarmu setiap bulan jika kau mau.”
“Kau tak perlu membayarku, aku mau mengajarimu tapi hanya sebatas kemampuanku.”
“Baiklah, setiap malam kau akan mengajariku. Aku akan tetap membayarmu, itu hak mu. Atau aku suruh ayahku untuk memecat ayahmu karena kau tidak mau menerima upahmu?!” kataku sambil memegang pundak Edward agak keras.
“Auu.. Baiklah, lepaskan tanganmu dari pundakku. Sakit…” kata Edward merintih sambil mengusap pundak kirinya yang memerah karena remasanku.
“Oke.. aku keluar dulu. Pakaianmu ada dikoper sebelah lemari, pindahkan kedalam lemari. Atau aku panggil bibi membereskan semua?” kataku lalu berhenti diambang pintu.
“Tidak.. aku bisa sendiri. Terimakasih.” Kata Edward menuju kopernya dan membereskannya.
“Baiklah. Aku kekamar dulu, kamarku disebelah. Kalau butuh apa-apa panggil bibi atau mamang. Kalau mau kekamarku masuk saja, tik pernah dikunci.”
Aku menutup pintu kamar Edward, sebuah anggukan kecil jawaban yang cukup untuk mengerti semua penjelasanku tadi. Segera kurebahkan badanku di tempat tidur. Memandangi langit-langit tanpa memikirkan apapun membuatku mengantuk. Dan akhirnya terlelap.

No comments:

Post a Comment