#2
“Kata dokter kau belum boleh beraktifitas
seperti biasa, karena banyak benturan di badan kamu. Sebaiknya kamu menginap
dirumahku, motormu sudah ada dirumah. Untuk kost-mu nanti aku yang atur, kamu
tinggal dirumahku mulai sekarang. Barang-barangmu biar sopirku yang mengambil.
Kamarmu sudah siap.” Kataku sambil mengendarai SUV putih kesayanganku. Edward
hanya menggeleng mendengar keputusanku.
“Sejak kapan aku menyetujui hal ini?
Bagaimana dengan orang tuaku kalau aku tau aku tinggal bersama seorang gadis sepertimu?”
tanya Edward sambil menatapku curiga.
“Sejak tadi. Masalah orang tuamu nanti aku
yang atur. Aku tahu kalau ayah kamu kerja ditempat ayah aku. Nanti bisa
diatur.” Kataku yang masih menggampangkan.
“Terserah apa katamu saja, kalau ada
apa-apa kau yang tanggung.” Jawab Edward dengan ketus.
“Yayayaya…” kataku memainkan mataku.
Sampai dirumah, kami menuju kesebuah kamar
yang akan ditempati Edward. Rumahku sepi, karena hanya aku dan dua pembantu
yang tinggal.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari
mulut Edward ketika memasuki kamar yang akan ditinggalinya. Mungkin dia kagum
atau malah tidak suka. Aku tidak bisa mengartikan tatapannya itu. Kami hening
sesaat kemudian aku memulai pembicaraan.
“Hey! Edward kenapa kau diam saja?” tanyaku
sambil mengibas-ngibaskan tanganku tepat didepan wajahnya.
“Hey.. iya.. apa yang kau bicarakan?” kata
Edward mulai tersadar dari lamunannya.
“Kau.. Aku tanya, kenapa kau diam saja?
Kamu tidak suka kamarnya?”
“Eh.. Tidak, aku suka. Mungkin ini malah
terlalu mewah untukku. Aku tak mau merepotkanmu.” Kata Edward menuju sofa dekat
jendela kaca yang menjadi pintu sekaligus sekat antara kamar dengan balkon.
“Kau tak merepotkanku, sama sekali tidak.
Ingat, Aku yang memaksamu tinggal disini. Malah kau membantuku…” kataku sambil
menyusul Edward, duduk disampingnya. Terasa beda sekali, aku merasa nyaman
berada didekatnya. Aku merasakan hembusan angin yang lembut membelai rambut
panjang terurai milikku.
“Membantu? Maksudmu?” Tanya Edward sambil
menyernyitkan dahinya.
“Iya.. Kau tau kan bagaimana aku dikampus.
Tentu berbanding terbalik denganmu yang selalu mendapat predikat mahasiswa
teladan dan blablabla. Aku ingin kau mengajariku semua materi yang tak aku
mengerti. Bisa? Aku akan membayarmu setiap bulan jika kau mau.”
“Kau tak perlu membayarku, aku mau
mengajarimu tapi hanya sebatas kemampuanku.”
“Baiklah, setiap malam kau akan
mengajariku. Aku akan tetap membayarmu, itu hak mu. Atau aku suruh ayahku untuk
memecat ayahmu karena kau tidak mau menerima upahmu?!” kataku sambil memegang
pundak Edward agak keras.
“Auu.. Baiklah, lepaskan tanganmu dari
pundakku. Sakit…” kata Edward merintih sambil mengusap pundak kirinya yang
memerah karena remasanku.
“Oke.. aku keluar dulu. Pakaianmu ada
dikoper sebelah lemari, pindahkan kedalam lemari. Atau aku panggil bibi
membereskan semua?” kataku lalu berhenti diambang pintu.
“Tidak.. aku bisa sendiri. Terimakasih.”
Kata Edward menuju kopernya dan membereskannya.
“Baiklah. Aku kekamar dulu, kamarku
disebelah. Kalau butuh apa-apa panggil bibi atau mamang. Kalau mau kekamarku
masuk saja, tik pernah dikunci.”
Aku menutup pintu kamar Edward, sebuah
anggukan kecil jawaban yang cukup untuk mengerti semua penjelasanku tadi.
Segera kurebahkan badanku di tempat tidur. Memandangi langit-langit tanpa
memikirkan apapun membuatku mengantuk. Dan akhirnya terlelap.
No comments:
Post a Comment