Sejak dibangku kelas 8, mulailah cerita ini dibangun. Aku orangnya
cuek bebek sama hal-hal yang kurang begitu menyentuh perasaanku, apalagi
dicubit (apaan tuh!!). Aku mudah bergaul, mudah menerima keadaan, tidak terlalu
mewah, tidak terlalu sombong. Ternyata … ada seseorang yang entah bagaimana ia
selalu mendekam langkahku. Salah tingkah tingkah aku dibuat olehnya.
Waktu bergulir begitu cepatnya, aku tidak memberi harapan setitikpun
kepadanya. Ia selalu mengusik langkahku, mencoba menggoyahkan tekadku, seperti
--- (sensor) yang menghantuiku. Walaupun dia sudah tau bahwa disisi lain, ada
seorang laki-laki yang aku idamkan, tapi ia tetap pada pendiriannya.
Hari pertama kelas 9 dimulai, kulihat daftar nama siswa didepan
kelas. Yap… aku ada dikelas 9.1, duduk dibangku terdepan berharap menjadi pusat
perhatian guru (bohong ding… sebenarnya hanya itu kursi yang tersisa, karena
aku datang belakangan). Disini, dikelas ini, aku melihat ada mereka disana,
bercanda dan tertawa, mereka terlihat sangat akrab. “Wah… pangeran idamanku ada
disini” beberapa detik kemudian “What!! Si --- (sensor) juga ada disini!! Aduh
gawat super gawat” gumamku dalam hati.
Si --- (sensor) menghampiriku, “hey… kamu juga dikelas ini ya?”
“i..i..iya” jawabku ragu “aduh gawat banget… gimana ini?” Perjalananku untuk
mendapatkan pangeran terhalang tembok raksasa yang super raksasa (waduh!!
Segede apa ya...).
Sudah 1 bulan aku dikelas ini rasanya aneh, kadang aku merasa senang
karena pangeranku ada didekatku, tapi disisi lain aku merasa kesal terhadap
perlakuan si --- (sensor) yang sok kenal, sok dekat, sok melindungi, sok
ngatur, dan sok-sok lainnya.
Terkadang pangeran idamanku ini ada disetiap aku membutuhkan
seseorang untuk menemani. Tapi selalu saja si --- (sensor) mengganggu,
datanglah sifat sok kenal, sok dekat dan sok melindungi miliknya itu, ada saja
alasan agar dia bisa bersamaku. “sabar… sabar… ini semua cobaan dari Tuhan…
hadapi saja dengan lapang dada” aku terus berkata seperti itu jika si ---
(sensor) datang menghampiri. Aku merasa tidak enak pada pangeran idamanku yang
selalu diganggu ketentramannya itu (weizt), tapi hebatnya dia bisa menghadapi
cobaan ini dengan sabar.
Waktu kian berjalan, seperti biasa tiada hari disekolah aku lewati
tanpa mendapat cobaan si --- (sensor) yang menyebalkan itu. Hari ke 216 aku
belajar dikelas 9.1, itu adalah hari yang menyakitkan (rasanya lebih dari
dicubit). “pangeranku kenapa kau meninggalkanku? Bukan dia tapi aku!! Aku
selalu ada untukmu” kataku dalam hati. Aku melihat pangeran idamanku menyatakan
perasaannya terhadap teman dekatku didepan semua orang yang ada dikelasku,
semua orang disana bersorak “cie…cie… romantisnya…”. Aku kaget, aku sedih, hati
ini rasanya seperti ditusuk-tusuk dengan garpu, aku pergi meninggalkan kelas
sambil menangis tersedu-sedu, hingga akhirnya aku berhenti ditangga, dan ada
seseorang yang memegang pundakku, aku berbalik ternyata dia adalah si ---
(sensor) “loh… kenapa kamu kesini?” tanyaku sambil menangis “kamu suka sama
dia?” aku hanya mengangguk “gitu toh… kamu yang sabar ya… semua pasti ada
jawabnya, kamu hanya tinggal menunggu waktu yang tepat…” kenapa si --- (sensor)
berbeda dari yang sebelumnya? Apa ini dia yang sebenarnya?” pandanganku mulai
buram dan gelap, aku tidak sadarkan diri.
Begitu terbangun aku sudah berada disebuah ruangan, ternyata aku ada
dirumah sakit. Beberapa saat kemudian teman-temanku datang menjenguk ”cepet
sembuh ya… kita belajar bareng lagi…” aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan
temanku. Aku melihat semua teman diruangan ini tetapi ada dua orang tidak aku
lihat sejak tadi “teganya mereka”geramku dalam hati. Setelah semua pulang, si
--- (sensor) tetap tinggal dirumah sakit menemaniku “kamu cepet sembuh ya… aku
selalu ada buat kamu”. Kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu “ masuk”
kataku. Dan ternyata mereka datang, sahabatku langsung memegang tanganku “maafkan
aku… aku tidak bermaksud…” aku melepas pegangan tangan sahabat dekatku itu, aku
tak bisa menahan tangis ini keluarlah air mata untuknya “sungguh aku tidak
bermaksud untuk membuatmu kecewa, aku tidak tahu kalau kau sayang padanya…”
sahabatku tidak bisa menahan tangis, aku memalingkan pandangan “jangan marah
padaku, kau sahabatku satu-satunya, kau teman terbaikku untuk selama-lamanya… “
akhirnya aku memaafkan sahabatku itu dan aku berpelukan dengannya.
Suasana diruangan itu sangat sedih, mereka yang ada diruangan itu
tidak bisa menahan sedih. Setelah beberapa hari diruangan itu aku kembali masuk
sekolah ditemani si --- (sensor), “aku harus tegar…” aku menahan rasa sakit
hati ini. Semua teman dikelas senang melihatku dapat belajar bersama disekolah
lagi, termasuk kedua orang yang dulu aku benci.
Dan akhirnya Hari-hari disekolah aku jalani seperti biasa, si ---
(sensor)yang nama aslinya adalah Arka, masih aktif menjahiliku dengan sikapnya
yang penuh dengan kata sok itu dan kedua orang tadi menjalani hubungannya
seperti layaknya orang menjalani suatu hubungan spesial. Tapi dari kejadian
tadi aku jadi mempunyai sahabat sejati yang selalu ada disampingku. Jomblo itu
bukan masalah…
“… selamat datang masa depan yang indah….”
No comments:
Post a Comment